Pengakuan Pendapatan pada Sistem Akuntansi Syariah

Perkembangan Praktik Akuntansi Syariah  
Bangkitnya sistem akuntansi syariah di Indonesia dilatarbelakangi banyaknya transaksi dengan dasar syariah, baik yang dilakukan lembaga bisnis syariah maupun non syariah. Hingga kini para anggota KAS (Komite Akuntansi Syariah) masih sering melakukan pembahasan masalah bagaimana mengaudit dengan sistem syariah, mengingat sistemnya belum dibangun secara permanen, dengan cakupan standar umumnya mencakup atas ruang lingkup penerapan, karekteristik transaksi, pengukuran dan penyajian transaksi secara syariah.
Taken from : Softwareakuntansi
Skandal akuntansi pada tiga perusahaan yakni bidang energi (Enron), obat-obatan (Merck), dan mesin cetak (Xerox) yang diguncang skandal manipulasi keuangan, ketiganya merupakan perusahaan penganut pengakuan pendapatan system basis akrual. Enron membukukan keuntungan anak perusahaan dimasukkan dalam laba pembukuan perusahaan induknya untuk mengangkat harga saham di pasar.

Akrual Basis Vs Kas Basis
Masalah sistem accrual basis yang konvensional dan cash basis yang syariah menjadi perdebatan seru pihak KAS. Sistem akuntansi konvensional berbasis pada pembukuan mengakui adanya utang atau pemasukan yang sifatnya belum riil, accrual basis, ini lawan dari cash basis. Accrual basis tersebut sudah terbukti banyak kegagalan, terutama dalam mendorong para akuntan untuk lebih jujur dan adil, sehinggga dianggap melanggar syariah.
Secara ekstrem kubu syariah bahkan mengingatkan apa yang terjadi pada perusahaan ENRON itu juga bakal terjadi di Indonesia, termasuk pada perusahaan berbasis akuntansi syariah. Diperkirakan kejadian serupa bukan hanya dapat terjadi pada perusahaan local yang auditnya berbasis pada akuntansi konvensional, tetapi juga dapat menerpa pada perusahaan yang auditnya berbasis syariah. Hal ini dikarenakan sistem accrual basis juga diterapkan pada akuntansi syariah.
Sistem Akrual basis dianggap melanggar syariah islam karena mengakui adanya pendapatan yang terjadi di masa yang akan datang, karena syariah islam melarang untuk mengakui suatu pendapatan yang sifatnya belum pasti. Masa yang akan datang adalah kekuasaan dan wewenang allah sepenuhnya untuk mengetahuinya (baca qs al-baqarah:255).
Penerapan metode accrual basis dalam pengakuan pendapatan akan menyebabkan bank, asuransi atau usaha yang berbasiskan pada syari’ah melanggar syariat islam. Bahkan, dapat disimpulkan penerapan metode accrual basis merupakan loop hole bagi terjadinya korupsi. Sistem tersebut tidak cocok dalam syariah, karena memberikan banyak pintu untuk memungkinkan terjadi penyimpangan loop hole yang mengarah terjadinya korupsi. Pada tahap awal dimulailah dalam bentuk pempublikasian neraca dan laba rugi akhir tahun yang bersifat window dressing. Kita mengetahui betapa banyaknya bank-bank yang menggelembungkan angka total pendapatan akhir tahun dengan maksud untuk menggelembungkan angka tingkat laba melalui perlipatgandaan angka pendapatan, laba, dengan mengkredit pendapatan dengan mendebit pendapatan yang akan diterima (Interest Earned Not Collected/IENC). Cara ini dilakukan dalam upaya meyakinkan masyarakat bahwa bank bersangkutan menguntungkan untuk menarik dana masyarakat lebih banyak Bahkan, metoda accrual basis juga dapat disalahterapkan untuk menyulap bank yang tadinya merugi menjadi bank yang untung. Selanjutnya dapat mengarah pada korupsi pemalsuan agka dan neraca, serta laba rugi yang semakin melebar dan tidak masuk akal, hingga terjadi kebangkrutan. Kejadian menyimpang ini biasanya baru diketahui secara mendadak sementara public telah distraksi oleh laporan finansial yang semu tersebut. Kenyataan saat ini, bank-bank syariah atau usaha yang berbasis syariah wajib memasukkan pendapatan yang akan ditagih menjadi pendapatan riil di dalam laporan pendapatan rugi labanya, sesuai dengan aturan yang ditetapkan pada Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia/ PAPSI tahun 2003.

Anjuran IAI Untuk menggunakan Akrual Basis
Sementara itu, pendukung system accrual basis mengungkapkan mengingatkan bahwa suatu janji itu berdasarkan syariah juga wajib dipenuhi. Misalnya dalam perjanjian sewa kontrakan, jika tuan A mengontrakan rumah dengan harga Rp 500.000,00 per bulan, maka dia akan membukukan pendapatan sebesar Rp 6.000.000,00 per tahun. Metode tersebut tidak bertentangan dengan kaidah islam karena sudah terjadi kesepakatan sewa. Akrual basis atau dasar akrual adalah proses akuntansi untuk mengakui terjadinya peristiwa non kas. Accrual basis mengakui pendapatan dan adanya peningkatan yang terkait dengan asset (aktiva) dan beban (expenses) serta peningkatan yang terkait dengan utang (liabilities) dalam jumlah tertentu yang akan diterima atau dibayar (biasanya) dalam bentuk kas di masa yang akan datang
Sistem itu juga sudah diadopsi lewat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59 dan juga Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) yang mengharuskan bank syariah untuk menerapkan metode accrual basis dalam pengakuan pendapatan dan beban mereka. Dalam sistem accrual basis, dasar akrual digunakan untuk mengakui adanya pendapatan dan atau peningkatan aktiva yang akan diterima di masa yang akan datang pada saat transaksi tersebut terjadi. Misalnya, sebuah perusahaan melakukan penjualan secara kredit, maka perusahaan tersebut akan mencatat adanya piutang (hak perusahaan tersebut terhadap pembeli yang akan diterima di masa yang akan datang). Model ini dianggap tidak bertentangan dengan kaidah di dalam Islam.
Seiring dengan bangkitnya sistem akuntansi syariah, KAS perlu memberikan pengaturan atau standar untuk pencatatan, pengukuran, maupun penyajian laporan keuangan syariah sehingga para praktisi dan pengguna keuangan mempunyai standar yang sama dalam akuntansinya. Entah metode pengakuan mana yang dipakai. Saya hanya berharap dengan praktik akuntansi yang bersih, kegiatan perekonomian tidak hanya menguntungkan secara materil namun juga membawa berkah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar